Era Kerja Modern Picu Krisis Baru: Burnout Massal Milenial dan Gen Z
VIVASoccer – Di era kerja modern, istilah burnout semakin sering terdengar. Bukan sekadar rasa lelah, burnout kini diakui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai sindrom akibat stres kerja kronis yang tidak dikelola dengan baik.
Kondisi ini ditandai dengan kelelahan emosional, sikap sinis terhadap pekerjaan, hingga penurunan rasa pencapaian pribadi.
Fenomena burnout banyak dialami pekerja usia produktif yang berada pada fase membangun karier, menanggung tuntutan ekonomi, sekaligus berperan dalam keluarga dan masyarakat.
Burn Out
- -
Faktor pemicunya beragam, mulai dari beban kerja tinggi, tekanan organisasi, hingga minimnya keseimbangan hidup.
Di Indonesia, budaya lembur dan fenomena sandwich generation memperparah risiko tersebut.
Dampaknya tidak hanya dirasakan individu berupa gangguan tidur, kecemasan, atau depresi, tetapi juga merugikan perusahaan lewat menurunnya produktivitas, absensi meningkat, hingga tren quiet quitting.
Pencegahan burnout tidak cukup hanya mengandalkan olahraga atau meditasi. Perusahaan dituntut lebih aktif dengan menghadirkan fleksibilitas kerja, eksperimen empat hari kerja, hingga mendukung konsep job crafting.
Dengan adanya kebijakan ini diharapkan bisa memberi karyawan ruang menyesuaikan pekerjaan dengan nilai personal.
Dukungan sosial, komunikasi terbuka, dan sistem penghargaan yang adil juga terbukti mampu mengurangi risiko.
Fenomena burnout menjadi pengingat bahwa kesehatan mental harus sejalan dengan pencapaian kerja.
Sinergi antara pekerja, perusahaan, dan kebijakan publik diharapkan bisa melahirkan lingkungan kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.**