Gen Z dan Milenial Dominasi Tren Olahraga, Pemerintah Melek Ubah Fokus Program
VIVASoccer – Anak muda Indonesia, khususnya Gen Z dan milenial, kini semakin gemar berolahraga. Tren ini semakin terlihat setelah pandemi Covid-19, ketika kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kebugaran meningkat pesat.
Sebuah survei Populix pada Januari 2025 mencatat bahwa 9 dari 10 responden rutin berolahraga minimal sekali seminggu.
Mayoritas adalah Gen Z dan pekerja muda, dengan 65 persen di antaranya memilih berolahraga di rumah atau di sekitar tempat tinggal.
Olahraga
- id.pinterest.com
Data ini jauh lebih tinggi dibanding survei SDI-Kemenpora pada 2023, yang hanya mencatat 4 dari 10 anak muda aktif berolahraga.
Faktor utama yang mendorong tren ini adalah ketersediaan fasilitas olahraga yang nyaman serta pengaruh media sosial.
Gen Z yang dikenal sebagai generasi digital native terpengaruh oleh fenomena “FOMO Positivity”, yakni rasa takut ketinggalan tren sehat yang justru berdampak positif: mereka ikut aktif berolahraga demi kesehatan dan eksistensi sosial.
Selain itu, tren olahraga baru seperti pilates dan padel juga semakin populer, terutama di kalangan menengah atas. Olahraga tidak lagi sekadar aktivitas fisik, tetapi juga gaya hidup, identitas diri, bahkan peluang bisnis.
Melihat tren tersebut, para pakar menilai pemerintah perlu menggeser prioritas program olahraga lima tahun ke depan.
Pertama, dengan menyediakan lebih banyak fasilitas olahraga publik yang nyaman dan ramah anak muda.
Kedua, memperkuat kegiatan komunitas dan festival olahraga untuk meningkatkan keterlibatan generasi muda.
Ketiga, menggencarkan kampanye olahraga melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X, yang lebih sesuai dengan karakter Gen Z.
Fenomena ini bukan hanya soal gaya hidup sehat, tetapi juga peluang besar. Dalam jangka pendek, tren olahraga bisa mendorong tumbuhnya UMKM dan industri sportwear lokal.
Dalam jangka panjang, partisipasi aktif Gen Z dan milenial akan meningkatkan produktivitas nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Olahraga pun sebaiknya dipandang sebagai investasi, bukan sekadar biaya. Setiap satu dolar yang dialokasikan untuk olahraga, dapat kembali empat kali lipat dalam bentuk produktivitas dan penghematan biaya kesehatan.**