Heidi Scheunemann Kritik Kebijakan Timnas Wanita Indonesia Terlalu Andalkan Pemain Keturunan
VIVASoccer – Dalam satu tahun terakhir, Timnas Wanita Indonesia semakin sering mendatangkan pemain keturunan untuk memperkuat skuad.
Hingga kini tercatat ada tujuh nama yang resmi bergabung, di antaranya Noa Leatomu, Estella Loupatty, Sydney Hopper, Katarina Stalin, Isa Warps, Felicia de Zeeuw, Emily Nahon, serta Iris de Rouw.
Tidak berhenti di situ, ada tiga pemain asal Belanda lain yang tengah menunggu proses naturalisasi, yakni Isabel Kopp, Isabelle Nottet, dan Pauline van de Pol. Ketiganya sebelumnya sempat menjalani trial bersama Garuda Pertiwi pada Juni lalu.
Fenomena ini kemudian mendapat sorotan dari Heidi Scheunemann, pelatih berlisensi UEFA B+ yang lebih dari 26 tahun membina sepak bola wanita di Papua.
Menurutnya, ketergantungan pada pemain luar negeri bukanlah solusi jangka panjang untuk membangun kekuatan timnas.
“Saya minta maaf ya, saya sangat tidak setuju, karena menghancurkan motivasi dari anak-anak, juga dari pelatih SSB yang sudah berusaha untuk kembangkan skill dan motivasi dan semangat dan mental anak-anak, tiba-tiba ah biar sudah kita ambil dari luar saja. Itu bukan cara yang baik untuk kembangkan timnas ke depan,” tegas Heidi di Solo, Jawa Tengah, Kamis (21/8).
Heidi menilai kebijakan tersebut hanya akan memberikan hasil instan tanpa adanya kesinambungan. Menurutnya, peningkatan kualitas timnas hanya bisa terjadi jika ada proses pembinaan berjenjang yang kuat.
“Itu hanya dibuat kalau mau instan, ini sebentar naik, nanti turun lagi. Karena hanya bisa konsisten naik kalau ada dari bawah, terus menerus ada yang naik lagi. Nah, ada yang naik lagi kalau ada banyak SSB, kalau ada akademi,” ujarnya.
Sebagai pemilik Sekolah Sepak Bola (SSB) Mutiara Timur di Papua, Heidi juga menilai bahwa masuknya pemain keturunan dapat mematahkan semangat pemain lokal yang selama ini berlatih keras dengan harapan bisa mengenakan seragam Garuda Pertiwi.
“Kasihan anak-anak yang selama ini latihan, latihan, latihan yang harap untuk nanti satu saat masuk timnas, tiba-tiba ada diberikan pesan seperti kalian tidak cukup bagus, kita perlu ambil pemain dari luar negeri. Itu sangat menghancurkan semangat dari anak-anak,” tutur Heidi.
Ia menegaskan, tidak ada negara yang bisa memiliki timnas kuat tanpa fondasi pembinaan usia dini. Menurutnya, kualitas di level senior hanya bisa dicapai jika pembangunan sepak bola dimulai dari akar rumput.
“Kalau jujur saja, tidak pernah ada negara yang punya timnas kuat kalau tidak fokus ke grassroot dulu. Mau muncul dari mana talenta kalau tidak muncul di grassroot dulu? Dari grassroot kita kembangkan satu step langkah demi langkah. Tidak mungkin harap instan. Sekarang U10, U12 kita kembangkan, mau langsung ada timnas senior yang luar biasa bagus. Itu tidak mungkin,” jelasnya.
Heidi pun menyarankan agar PSSI lebih serius berinvestasi dalam akademi sepak bola wanita di berbagai kota besar. Dengan begitu, kompetisi antar-akademi bisa menjadi wadah lahirnya talenta baru secara berkelanjutan.
“Menurut saya, paling bagus ada di delapan kota, ada akademi, supaya nanti ada liga antara delapan akademi itu. Nah, setiap kota yang punya akademi, nanti di sekeliling itu ada SSB, karena mereka mendidik pemain supaya nanti mereka masuk akademi,” tutup Heidi