Bukan Selalu Sehat, Inilah Bahaya Konsumsi Buah Tanpa Batas

Buah-buahan
Sumber :

VIVASoccer – Buah selama ini dikenal sebagai makanan sehat, bahkan sering disarankan sebagai pengganti sarapan, makan malam, hingga camilan sehari-hari. 

Banyak orang percaya bahwa karena buah mengandung vitamin, mineral, serat, serta gula alami, maka buah bisa dikonsumsi bebas tanpa batas. Namun, pandangan ini ternyata tidak sepenuhnya benar.

Menurut penjelasan dokter Hans dari channel SB30 Health, buah memang memiliki banyak manfaat, tetapi konsumsi berlebihan justru dapat menimbulkan risiko kesehatan

Hidup Sehat

Photo :
  • -

Salah satu penyebabnya adalah kandungan gula alami atau fruktosa. Berbeda dengan glukosa, fruktosa memang tidak langsung meningkatkan gula darah. 

Namun, jika dikonsumsi terus-menerus dalam jumlah besar, fruktosa bisa menimbulkan efek serius pada tubuh.

Fruktosa diketahui dapat menekan hormon ghrelin atau hormon lapar dalam jumlah yang lebih minim dibandingkan gula lain. 

Akibatnya, seseorang bisa merasa cepat lapar kembali meskipun sudah makan buah dalam porsi cukup. Selain itu, fruktosa juga memicu peningkatan hormon stres kortisol yang dapat mengganggu metabolisme tubuh. 

Jika berlangsung lama, kondisi ini bisa memicu resistensi insulin, fatty liver, hingga meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi, asam urat, dan diabetes.

Fenomena ini semakin diperparah dengan perkembangan teknologi pertanian. Buah-buahan saat ini banyak yang direkayasa genetik (GMO) agar lebih besar, manis, dan awet. 

Meski terlihat lebih menarik, buah hasil rekayasa genetik maupun buah yang diberi pestisida, fungisida, atau insektisida tetap memiliki dampak buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi jangka panjang.

Kesalahan umum lain yang sering terjadi adalah salah klasifikasi antara buah dan sayur. Misalnya, tomat atau labu siam kerap dianggap sayur, padahal secara botani termasuk buah. 

Padahal perbedaan ini penting, karena kandungan gula pada buah umumnya lima kali lebih tinggi dibandingkan sayuran.

Meski begitu, dokter Hans tidak menyarankan untuk menghindari buah sepenuhnya. Ia menekankan pentingnya pola konsumsi yang tepat. Pertama, masyarakat perlu mengatur asupan karbohidrat harian secara keseluruhan. 

Buah, nasi, mie, roti, dan kentang sama-sama mengandung karbohidrat sehingga porsinya perlu dihitung agar tidak berlebihan.

Kedua, pilih buah lokal sesuai musim, karena buah impor atau yang selalu tersedia sepanjang tahun umumnya lebih banyak melalui rekayasa genetik dan pengawetan.

Selain itu, sebaiknya pilih buah segar daripada buah kalengan, jus kemasan, atau olahan buah dengan tambahan gula seperti rujak, salad buah, hingga manisan.

Walaupun terlihat sehat, tambahan pemanis atau saus justru membuat asupan gula harian meningkat.

Hal lain yang juga penting adalah menerapkan mindful eating. Artinya, makan buah dengan penuh kesadaran tanpa distraksi seperti menonton TV atau bermain gawai.

Cara ini membantu tubuh lebih cepat merasa kenyang dan mencegah konsumsi berlebihan.

Pada akhirnya, buah memang tetap baik untuk kesehatan, tetapi konsumsinya harus bijak. Jangan sampai karena merasa sehat setelah makan buah, seseorang lalai memeriksa kondisi kesehatannya secara menyeluruh. 

Tidak sakit bukan berarti benar-benar sehat. Pemeriksaan laboratorium dan pola makan seimbang tetap penting untuk menjaga kesehatan jangka panjang.**