Hancur di Chelsea dan West Ham, Karier Graham Potter Terjun Bebas
VIVASoccer – Graham Potter kembali mengalami pukulan telak dalam karier kepelatihannya.
Mantan pelatih Brighton itu resmi dipecat West Ham United setelah hanya delapan bulan bertugas.
West Ham berada di peringkat ke-19 klasemen Premier League usai menelan empat kekalahan dalam lima laga terakhir.
Ini menjadi kali kedua Potter kehilangan pekerjaannya dalam waktu singkat, setelah sebelumnya hanya bertahan tujuh bulan di Chelsea.
Potter sebelumnya diyakini sebagai salah satu kandidat kuat penerus Gareth Southgate di timnas Inggris.
Namun, reputasinya kini hancur setelah dua kali gagal dalam proyek besar di klub London.
Potter sempat beralasan dirinya menjadi korban “badai sempurna” di Chelsea.
Ia datang bersamaan dengan era baru kepemilikan klub yang menggelontorkan £323 juta di bursa transfer Januari 2023.
Skuad Chelsea kala itu begitu besar hingga ruang ganti pun tak mampu menampung seluruh pemain.
Potter akhirnya dipecat pada April 2023.
Nasib serupa menimpanya di West Ham, di mana suasana kacau kembali mengelilinginya.
Potter hanya mampu memenangi enam dari 25 laga sejak menggantikan Julen Lopetegui.
Gaya tenangnya tak pernah benar-benar diterima suporter West Ham yang menuntut hasil cepat.
Ironisnya, Potter sempat menunggu 637 hari untuk kembali ke dunia kepelatihan setelah meninggalkan Chelsea.
Ia menganggap West Ham sebagai pilihan ideal untuk membangun kembali kariernya.
Namun, yang diharapkan sebagai “Natal untuk orang dewasa” justru berubah jadi mimpi buruk.
Pemecatannya diumumkan hanya sehari setelah ia masih diberi kesempatan memimpin konferensi pers jelang laga melawan Everton.
Potter bukan satu-satunya sasaran kemarahan suporter.
Ketua David Sullivan dan wakil ketua Karren Brady juga jadi target protes, termasuk saat West Ham kalah dari Crystal Palace di kandang sendiri.
Padahal, Potter datang dengan reputasi baik.
Ia pernah masuk dalam radar FA sebagai calon pengganti Southgate, bahkan diminati Everton sebelum akhirnya memilih West Ham.
Kariernya sebelumnya menanjak sejak sukses di Ostersund, lalu Swansea, hingga puncaknya bersama Brighton.
Di klub berjuluk The Seagulls itu, Potter mendapat dukungan penuh dari pemilik Tony Bloom dan direktur teknis Dan Ashworth.
Rekrutmen cerdas yang mendatangkan pemain seperti Moises Caicedo dan Alexis Mac Allister melengkapi kerja taktis Potter.
Brighton bahkan finis di posisi kesembilan Premier League 2021/2022 sebelum ia hengkang ke Chelsea.
Namun, kepercayaan yang ia nikmati di Brighton tak pernah ia rasakan lagi di Chelsea maupun West Ham.
Mantan bek Inggris, Martin Keown, menilai karier Potter kini berada di titik kritis.
“Potter ada di Chelsea belum lama ini. Dia bisa saja jadi manajer Inggris. Sekarang, lihat persentase kemenangannya di Chelsea dan West Ham. Pekerjaan berikutnya di Premier League, jika ada, akan sangat penting baginya,” kata Keown dikutip dari BBC.
Secara statistik, Potter memang tak punya catatan impresif.
Di Brighton, ia hanya memenangi 34 dari 120 laga (28%).
Di Chelsea, rasio kemenangannya 32% dengan tujuh kemenangan.
Sedangkan di West Ham, catatan terburuknya adalah hanya enam kemenangan atau 26%.
Potter yang dikenal rapi secara taktik bahkan terlihat kehilangan arah di West Ham, khususnya pada situasi bola mati.
Kini, masa depan Potter penuh tanda tanya.
Peluang kembali ke Premier League sangat tipis, meski ia mungkin masih diminati klub Eropa dengan struktur yang lebih stabil.
Apapun langkah berikutnya, pemecatan di West Ham menandai kejatuhan dramatis seorang pelatih yang dulu sempat disebut-sebut sebagai calon manajer timnas Inggris