Thomas Tuchel dan Timnas Inggris: 325 Hari, 4 Pertandingan, Nol Kepastian
VIVASoccer – Sebanyak 325 hari telah berlalu sejak Thomas Tuchel diumumkan sebagai pelatih baru Timnas Inggris.
Namun hingga kini, publik masih mencoba menebak seperti apa wajah baru The Three Lions di bawah asuhannya.
Pelatih asal Jerman itu resmi mengambil alih pada 1 Januari, dua bulan lebih setelah perkenalan resminya.
Akan tetapi, Inggris hanya memainkan empat pertandingan sejak saat itu.
Wayne Rooney bahkan menyebut rangkaian laga tersebut sebagai “omong kosong”.
Dilansir dari BBC Sport yang sempat mengulas berbagai kemungkinan gaya bermain Tuchel.
Mulai dari pendekatan cepat nan agresif, hingga strategi yang lebih hati-hati dan pragmatis.
Pertanyaannya, apakah dari empat laga itu kita sudah bisa menarik kesimpulan?
Dan apa yang patut diperhatikan dari jeda internasional kali ini, dimulai dengan laga melawan Andorra di Villa Park?
Jumlah laga minim
Hal yang unik dari Tuchel adalah sedikitnya jumlah pertandingan yang ia pimpin di bulan-bulan awal masa kerjanya.
Sejak tahun 2000, tidak ada pelatih Inggris lain yang hanya memainkan empat laga dalam 325 hari pertama mereka.
Bahkan Sam Allardyce, yang hanya bertahan 67 hari sebelum dipecat, masih punya rasio laga lebih tinggi.
“Tuchel mungkin hanya memimpin empat pertandingan, tetapi sebagian besar ini karena pilihannya sendiri karena ia menunda mengambil alih hingga 1 Januari, melewatkan kesempatan memimpin laga Nations League tandang ke Yunani dan kandang melawan Republik Irlandia,” kata jurnalis senior Phil McNulty.
“Dalam periode yang sama, para pendahulunya punya lebih banyak pertandingan untuk menyusun rencana mereka.”
“Roy Hodgson punya 14 pertandingan, Fabio Capello sembilan, sementara Gareth Southgate, Steve McClaren, dan Sven-Goran Eriksson masing-masing delapan.”
“Dengan waktu yang terus berjalan menuju Piala Dunia, sekaranglah saatnya bagi pria Jerman itu untuk menunjukkan bentuk, strategi, dan identitas yang ia inginkan untuk tim Inggrisnya.”
Pemilihan skuad: siapa masuk, siapa dicoret?
Sedikitnya jumlah pertandingan membuat sedikit pula wajah baru yang mendapat kesempatan.
Dan Burn, Myles Lewis-Skelly, dan Trevoh Chalobah adalah tiga nama yang mendapat debut sejak Tuchel berkuasa.
Kini, Djed Spence, Elliot Anderson, dan Jarell Quansah berpeluang menyusul dalam skuad terbaru melawan Andorra dan Serbia.
Anderson dan Quansah sendiri berperan penting saat Inggris juara Euro U-21 pada Juni lalu.
Sebagai perbandingan, Gareth Southgate memberi enam debutan di tahun pertamanya, meski dengan jumlah laga lebih banyak.
Lee Carsley bahkan sempat menurunkan delapan pemain debutan hanya dalam enam laga ketika menjabat sementara.
“Pilihan skuad bervariasi antara seleksi aman dari pemain lama, seperti keberadaan Jordan Henderson yang berusia 35 tahun, dan keputusan aneh, seperti ketika Ivan Toney dipanggil dari Liga Pro Saudi bersama Al-Ahli namun hanya diberi dua menit sebagai pemain pengganti melawan Senegal sebelum akhirnya dicoret,” tambah McNulty.
“Ia sengaja memangkas skuad dari 26 menjadi 24 pemain untuk laga ganda ini, dan ia berbicara dengan rasa urgensi lebih besar, menekankan persaingan serta mengadopsi pendekatan tanpa ampun, yang ditunjukkan dengan dicoretnya pemain Real Madrid Trent Alexander-Arnold dan bek veteran Burnley Kyle Walker.”
Menurut analis taktik Umir Irfan, keputusan ini memberi petunjuk tentang arah Tuchel.
“Tuchel telah menyinggung perlunya tim nasional Inggris mencerminkan dominasi dan gaya Premier League, dan pilihannya, yang sebagian dipengaruhi cedera, mencerminkan pernyataan itu,” jelas Irfan.
“Masuknya pemain seperti Ezri Konsa, Dan Burn, Jarrod Bowen, dan Marc Guehi menegaskan preferensinya terhadap gaya dan kualitas yang dimiliki Premier League, terlepas dari klub mana mereka bermain.”
Gaya bermain: lebih dominan dan fisik
Lantas bagaimana dengan taktik Tuchel?
“Jelas bahwa rencananya adalah mencoba menjadi tim yang lebih kuat secara fisik, dominan dalam penguasaan bola, dan menarik untuk ditonton,” lanjut Irfan.
Pada fase awal, Inggris bermain dengan formasi 4-4-1-1.
Namun saat build-up, mereka kerap bergeser ke 2-3-5 atau 3-2-5, dengan peran penting dari full-back.
“Dalam skema 3-2-5, satu full-back akan menemani dua bek tengah. Tiga pemain di belakang saat menguasai bola digunakan sebagai solusi untuk menghadapi bentuk lawan tertentu, dengan tambahan pemain memberi opsi umpan ekstra.”
“Ketika formasi berubah menjadi 2-3-5, kedua full-back sering berada di sisi gelandang bertahan, biasanya Declan Rice.”
“Ini melakukan dua hal. Pertama, membebaskan gelandang tengah kedua untuk naik ke depan, yang kadang diisi Morgan Rogers dan Curtis Jones. Kedua, memastikan area tengah di belakang bola ditempati bek berkualitas, memberi struktur dan kualitas pertahanan individual.”
Peran gelandang serang dan penyerang pun masih mirip era Southgate, yakni turun menjemput bola.
Hal itu membuka ruang di lini tengah yang bisa dieksploitasi lewat pergerakan pemain lain, termasuk full-back seperti Lewis-Skelly.
“Serangan Tuchel bersifat posisional, dengan pemain menempati zona tertentu di lapangan, tetapi ia mendorong adanya rotasi di antarazona, asalkan setiap zona tetap terisi,” lanjut Irfan.
“Marcus Rashford, Jude Bellingham, dan Lewis-Skelly telah berotasi dengan baik di tiga posisi mereka masing-masing untuk menyerang lebih berbahaya. Para winger terutama menjaga lebar permainan, karena Tuchel ingin pemain paling eksplosifnya memanfaatkan situasi itu, berbeda dengan pelatih lain yang lebih suka full-back bermain melebar.”
Hasilnya, sudah terlihat?
Sejauh ini, publik menilai pencapaian Tuchel masih abu-abu.
Jika dibandingkan dengan kualifikasi Piala Dunia 2022 era Southgate, statistiknya tidak jauh berbeda.
Namun ada sinyal positif dalam hal penguasaan bola, jumlah umpan, dan sentuhan di kotak penalti lawan.
Produktivitas gol memang turun, tapi secara xG Inggris seharusnya mencetak lebih banyak.
Pertahanan juga menunjukkan gaya pressing lebih agresif, dengan angka perebutan bola tinggi meningkat.
Namun, penilaian visual masih belum sepenuhnya meyakinkan.
“Laga melawan Andorra di Villa Park pada Sabtu adalah yang paling mendekati formalitas dalam sepak bola internasional, tetapi pertandingan berikutnya melawan Serbia di atmosfer panas Beograd akan menjadi ujian sesungguhnya,” kata McNulty.
“So far, masa Tuchel memimpin Inggris terasa lebih seperti kelanjutan dari yang lama. Bahkan, kadang terasa seperti kemunduran.â