Evolusi Transfer 100 Juta Euro : Neymar, Wirtz dan Deretan Superstar yang Harganya Gila!

Florian Wirtz
Sumber :
  • id.pinterest.com

VIVASoccerBursa transfer musim panas 2024/25 kembali memecahkan rekor dengan total belanja mencapai 10 miliar euro atau sekitar Rp189,3 triliun.

Namun, menurut laporan terbaru Football Benchmark, tren transfer bernilai fantastis itu kini jauh lebih terukur. Klub-klub tidak lagi semata mengandalkan kekuatan finansial, melainkan mengedepankan strategi jangka panjang.

"Klub tidak hanya membayar performa, tetapi juga potensi jangka panjang dan nilai kontrak. Lebih sedikit pengecualian, lebih banyak disiplin strategis," tulis laporan tersebut.

Momen paling ikonik dalam sejarah transfer masih tercatat pada 2017, ketika Paris Saint-Germain (PSG) mengaktifkan klausul rilis Neymar dari Barcelona senilai 222 juta euro (Rp4,2 triliun).

Nilai itu setara 46 persen pendapatan operasional PSG kala itu dan mengubah standar harga pemain secara global.

Fenomena serupa juga terjadi pada era Galacticos Real Madrid, ketika Luis Figo dan Zinedine Zidane diboyong dengan biaya masing-masing mencapai 51 persen dan 56 persen dari pendapatan klub.

Kini, meski transfer di atas 100 juta euro (Rp1,8 triliun) makin sering terjadi, secara finansial nilainya dianggap lebih rasional.

Dalam lima musim terakhir, transfer termahal tiap tahun hanya berkisar 17–22 persen dari pendapatan klub pembeli.

Sebagai perbandingan, kepindahan Joao Felix ke Atletico Madrid pada 2019/20 menelan biaya 34 persen dari pendapatan klub. Namun, tren dengan porsi sebesar itu kini semakin jarang.

Beberapa contoh terbaru yang dikutip Football Benchmark antara lain Enzo Fernandez ke Chelsea (21%), Jack Grealish ke Manchester City (18%), Declan Rice ke Arsenal (22%), hingga Julian Alvarez ke Atletico Madrid (17%).

Transfer Florian Wirtz ke Liverpool senilai 125 juta euro (Rp2,3 triliun) juga masuk dalam pola tersebut. Dengan pendapatan klub sebesar 715 juta euro (Rp13,5 triliun) pada musim 2023/24, biaya pembelian Wirtz hanya sekitar 17 persen dari total pemasukan.

Artinya, bahkan untuk kesepakatan terbesar sekalipun, porsinya jarang melebihi 35 persen dari omzet klub.

Football Benchmark juga menyoroti semakin kecilnya selisih antara harga transfer dengan nilai pasar pemain.

Misalnya, kepindahan Declan Rice ke Arsenal (117 juta euro) hanya sedikit di atas valuasi kontraknya sebesar 97 juta euro.

Sebaliknya, transfer Julian Alvarez ke Atletico Madrid (75 juta euro) justru 25 persen lebih murah dari nilai pasarnya.

Kasus Florian Wirtz mempertegas tren ini. Dengan nilai pasar 144 juta euro (Rp2,7 triliun), Liverpool justru mendapatkannya seharga 125 juta euro, atau 13 persen lebih rendah.

Hingga Juni 2025, terdapat 21 pemain yang valuasinya melampaui 100 juta euro. Nilai rata-rata 100 pemain termahal dunia juga naik dari 78 juta euro pada 2019 menjadi 87 juta euro tahun ini.

"Tren ini mencerminkan makin dalamnya stok talenta bernilai tinggi, didorong oleh transisi pemain muda lebih cepat ke tim utama, kontrak jangka panjang, serta potensi komersial yang terus meningkat," lanjut laporan tersebut.

Laporan itu menegaskan, belanja besar tidak lagi identik dengan pemborosan. Sebaliknya, klub kini semakin mengedepankan perencanaan jangka panjang, memperhitungkan nilai kontrak, serta memanfaatkan analisis data.

"Kesepakatan 100 juta euro lebih bukan lagi sesuatu yang luar biasa, tetapi diharapkan mencerminkan kapasitas finansial klub dan nilai pasar pemain," tulis Football Benchmark.

Dengan adanya regulasi keberlanjutan finansial UEFA serta meningkatnya pendapatan klub, kesenjangan antara harga transfer dan nilai pasar kini semakin mengecil.

Bursa transfer pun tidak lagi sekadar soal dampak instan di lapangan, tetapi juga tentang menjaga stabilitas finansial untuk masa depan klub

VIVASoccerBursa transfer musim panas 2024/25 kembali memecahkan rekor dengan total belanja mencapai 10 miliar euro atau sekitar Rp189,3 triliun.

Namun, menurut laporan terbaru Football Benchmark, tren transfer bernilai fantastis itu kini jauh lebih terukur. Klub-klub tidak lagi semata mengandalkan kekuatan finansial, melainkan mengedepankan strategi jangka panjang.

"Klub tidak hanya membayar performa, tetapi juga potensi jangka panjang dan nilai kontrak. Lebih sedikit pengecualian, lebih banyak disiplin strategis," tulis laporan tersebut.

Momen paling ikonik dalam sejarah transfer masih tercatat pada 2017, ketika Paris Saint-Germain (PSG) mengaktifkan klausul rilis Neymar dari Barcelona senilai 222 juta euro (Rp4,2 triliun).

Nilai itu setara 46 persen pendapatan operasional PSG kala itu dan mengubah standar harga pemain secara global.

Fenomena serupa juga terjadi pada era Galacticos Real Madrid, ketika Luis Figo dan Zinedine Zidane diboyong dengan biaya masing-masing mencapai 51 persen dan 56 persen dari pendapatan klub.

Kini, meski transfer di atas 100 juta euro (Rp1,8 triliun) makin sering terjadi, secara finansial nilainya dianggap lebih rasional.

Dalam lima musim terakhir, transfer termahal tiap tahun hanya berkisar 17–22 persen dari pendapatan klub pembeli.

Sebagai perbandingan, kepindahan Joao Felix ke Atletico Madrid pada 2019/20 menelan biaya 34 persen dari pendapatan klub. Namun, tren dengan porsi sebesar itu kini semakin jarang.

Beberapa contoh terbaru yang dikutip Football Benchmark antara lain Enzo Fernandez ke Chelsea (21%), Jack Grealish ke Manchester City (18%), Declan Rice ke Arsenal (22%), hingga Julian Alvarez ke Atletico Madrid (17%).

Transfer Florian Wirtz ke Liverpool senilai 125 juta euro (Rp2,3 triliun) juga masuk dalam pola tersebut. Dengan pendapatan klub sebesar 715 juta euro (Rp13,5 triliun) pada musim 2023/24, biaya pembelian Wirtz hanya sekitar 17 persen dari total pemasukan.

Artinya, bahkan untuk kesepakatan terbesar sekalipun, porsinya jarang melebihi 35 persen dari omzet klub.

Football Benchmark juga menyoroti semakin kecilnya selisih antara harga transfer dengan nilai pasar pemain.

Misalnya, kepindahan Declan Rice ke Arsenal (117 juta euro) hanya sedikit di atas valuasi kontraknya sebesar 97 juta euro.

Sebaliknya, transfer Julian Alvarez ke Atletico Madrid (75 juta euro) justru 25 persen lebih murah dari nilai pasarnya.

Kasus Florian Wirtz mempertegas tren ini. Dengan nilai pasar 144 juta euro (Rp2,7 triliun), Liverpool justru mendapatkannya seharga 125 juta euro, atau 13 persen lebih rendah.

Hingga Juni 2025, terdapat 21 pemain yang valuasinya melampaui 100 juta euro. Nilai rata-rata 100 pemain termahal dunia juga naik dari 78 juta euro pada 2019 menjadi 87 juta euro tahun ini.

"Tren ini mencerminkan makin dalamnya stok talenta bernilai tinggi, didorong oleh transisi pemain muda lebih cepat ke tim utama, kontrak jangka panjang, serta potensi komersial yang terus meningkat," lanjut laporan tersebut.

Laporan itu menegaskan, belanja besar tidak lagi identik dengan pemborosan. Sebaliknya, klub kini semakin mengedepankan perencanaan jangka panjang, memperhitungkan nilai kontrak, serta memanfaatkan analisis data.

"Kesepakatan 100 juta euro lebih bukan lagi sesuatu yang luar biasa, tetapi diharapkan mencerminkan kapasitas finansial klub dan nilai pasar pemain," tulis Football Benchmark.

Dengan adanya regulasi keberlanjutan finansial UEFA serta meningkatnya pendapatan klub, kesenjangan antara harga transfer dan nilai pasar kini semakin mengecil.

Bursa transfer pun tidak lagi sekadar soal dampak instan di lapangan, tetapi juga tentang menjaga stabilitas finansial untuk masa depan klub