Mourinho Pulang ke Stamford Bridge Bersama Benfica

Jose Mourinho
Sumber :
  • BBC

VIVASoccer – Dua dekade sejak membawa Chelsea meraih gelar Premier League pertama, Jose Mourinho akan kembali ke Stamford Bridge.

Kali ini, sang pelatih legendaris datang sebagai juru taktik Benfica dalam laga Liga Champions, Selasa malam waktu setempat.

Momen ini dipastikan sarat emosi. Salomon Kalou, mantan striker Chelsea, masih ingat betul suasana ruang ganti ketika Mourinho meninggalkan klub pada 2007.

“Itu bukan sekadar kehilangan pelatih, tapi juga mentor dan sosok yang selalu berjuang untuk pemainnya,” kata Kalou.

“Alasan dia disebut ‘Special One’ adalah karena dampaknya begitu besar di klub.”

Jalan Berliku ke Benfica

Kesempatan untuk kembali ke panggung utama Eropa datang lebih cepat dari dugaan.

Hanya sebulan setelah dipecat Fenerbahce, Mourinho mendapat panggilan dari Presiden Benfica, Rui Costa, usai klub itu tersingkir di kualifikasi Liga Champions.

Costa menawari kontrak dua tahun dengan nilai 3 juta euro bersih musim ini, yang bisa naik menjadi 4 juta euro musim depan.

Ada klausul khusus yang memungkinkan kedua pihak mengakhiri kerja sama 10 hari setelah musim berakhir.

Bagi Mourinho, ini adalah rumah lama. Ia pernah melatih Benfica secara singkat pada 2000 sebelum namanya melesat bersama Porto.

Mourinho yang Lebih “Tenang”?

Kini berusia 62 tahun, Mourinho menggambarkan dirinya sebagai sosok yang “lebih altruistik” dan “kurang egosentris”.

Namun, obsesi untuk menang belum pudar.

“Dia tidak pernah menerima kekalahan,” kata sahabatnya, Jose Peseiro.

“Bahkan sekarang, fokusnya tetap sepak bola. Dia masih hidup untuk kemenangan.”

Faktanya, di laga perdananya bersama Benfica, Mourinho langsung mengkritik VAR dan menyebut timnya “naif” usai kebobolan gol telat.

Emosi Stamford Bridge

Pertemuan dengan Chelsea jelas memancing kenangan lama. Mourinho pernah mendapat cemoohan dari fans saat melatih Manchester United, hingga membalas dengan gestur tiga jari, simbol tiga gelar liga yang ia raih bersama The Blues.

Namun, kali ini suasananya berbeda. Mourinho datang bukan sebagai rival domestik.

Menurut Tim Rolls, salah satu pemegang tiket musiman Chelsea, sambutan positif hampir pasti menantinya.

“Dia banyak berjasa bagi klub,” ujar Rolls.

“Dia memenangkan tiga gelar liga dan mengubah arah Chelsea. Saya yakin kali ini tidak akan ada permusuhan.”

Api yang Tak Pernah Padam

Meski rambutnya memutih, Mourinho diyakini tetap membawa energi dan ambisi yang sama seperti ketika pertama kali tiba di London pada 2004.

“Jose membawa lebih dari sekadar pengalaman. Dia bisa menjadikan tim lebih besar dari jumlah individunya,” ucap Jose Morais, eks asistennya di Chelsea dan Inter Milan.

Kalou menambahkan, kejujuran Mourinho tetap jadi ciri khas.

“Dia tidak pernah manis-manis, selalu to the point. Sebagai pemain, saya respek karena dia selalu jujur.”

Kini, Stamford Bridge akan kembali jadi saksi.

Bukan sebagai rumah Mourinho, melainkan medan uji baru: mampukah “Special One” sekali lagi menunjukkan bahwa apinya belum padam

VIVASoccer – Dua dekade sejak membawa Chelsea meraih gelar Premier League pertama, Jose Mourinho akan kembali ke Stamford Bridge.

Kali ini, sang pelatih legendaris datang sebagai juru taktik Benfica dalam laga Liga Champions, Selasa malam waktu setempat.

Momen ini dipastikan sarat emosi. Salomon Kalou, mantan striker Chelsea, masih ingat betul suasana ruang ganti ketika Mourinho meninggalkan klub pada 2007.

“Itu bukan sekadar kehilangan pelatih, tapi juga mentor dan sosok yang selalu berjuang untuk pemainnya,” kata Kalou.

“Alasan dia disebut ‘Special One’ adalah karena dampaknya begitu besar di klub.”

Jalan Berliku ke Benfica

Kesempatan untuk kembali ke panggung utama Eropa datang lebih cepat dari dugaan.

Hanya sebulan setelah dipecat Fenerbahce, Mourinho mendapat panggilan dari Presiden Benfica, Rui Costa, usai klub itu tersingkir di kualifikasi Liga Champions.

Costa menawari kontrak dua tahun dengan nilai 3 juta euro bersih musim ini, yang bisa naik menjadi 4 juta euro musim depan.

Ada klausul khusus yang memungkinkan kedua pihak mengakhiri kerja sama 10 hari setelah musim berakhir.

Bagi Mourinho, ini adalah rumah lama. Ia pernah melatih Benfica secara singkat pada 2000 sebelum namanya melesat bersama Porto.

Mourinho yang Lebih “Tenang”?

Kini berusia 62 tahun, Mourinho menggambarkan dirinya sebagai sosok yang “lebih altruistik” dan “kurang egosentris”.

Namun, obsesi untuk menang belum pudar.

“Dia tidak pernah menerima kekalahan,” kata sahabatnya, Jose Peseiro.

“Bahkan sekarang, fokusnya tetap sepak bola. Dia masih hidup untuk kemenangan.”

Faktanya, di laga perdananya bersama Benfica, Mourinho langsung mengkritik VAR dan menyebut timnya “naif” usai kebobolan gol telat.

Emosi Stamford Bridge

Pertemuan dengan Chelsea jelas memancing kenangan lama. Mourinho pernah mendapat cemoohan dari fans saat melatih Manchester United, hingga membalas dengan gestur tiga jari, simbol tiga gelar liga yang ia raih bersama The Blues.

Namun, kali ini suasananya berbeda. Mourinho datang bukan sebagai rival domestik.

Menurut Tim Rolls, salah satu pemegang tiket musiman Chelsea, sambutan positif hampir pasti menantinya.

“Dia banyak berjasa bagi klub,” ujar Rolls.

“Dia memenangkan tiga gelar liga dan mengubah arah Chelsea. Saya yakin kali ini tidak akan ada permusuhan.”

Api yang Tak Pernah Padam

Meski rambutnya memutih, Mourinho diyakini tetap membawa energi dan ambisi yang sama seperti ketika pertama kali tiba di London pada 2004.

“Jose membawa lebih dari sekadar pengalaman. Dia bisa menjadikan tim lebih besar dari jumlah individunya,” ucap Jose Morais, eks asistennya di Chelsea dan Inter Milan.

Kalou menambahkan, kejujuran Mourinho tetap jadi ciri khas.

“Dia tidak pernah manis-manis, selalu to the point. Sebagai pemain, saya respek karena dia selalu jujur.”

Kini, Stamford Bridge akan kembali jadi saksi.

Bukan sebagai rumah Mourinho, melainkan medan uji baru: mampukah “Special One” sekali lagi menunjukkan bahwa apinya belum padam