Pep Guardiola Bongkar Filosofi Amorim di MU
- BBC
VIVASoccer – Manchester United kembali menelan hasil pahit dalam Derby Manchester setelah kalah 0-3 dari Manchester City di Etihad.
Hasil ini membuat catatan Ruben Amorim di Premier League semakin mengkhawatirkan, hanya delapan kemenangan dari 31 laga.
Pertanyaan pun muncul, apakah kekalahan ini murni karena filosofi Amorim yang bermasalah, kesalahan individu, atau sekadar kehebatan City di bawah Pep Guardiola? Dilansir dari BBC Sport, berikut analisis taktik di balik jalannya laga.
City Ciptakan Overload di Tengah
Sejak babak pertama, City menekan sisi kiri pertahanan United.
Pep Guardiola menginstruksikan Nico O’Reilly untuk mengambil posisi melebar di garis tepi, memaksa Noussair Mazraoui keluar dari zona bertahan.
Pergerakan ini membuka ruang bagi Jeremy Doku untuk bergerak lebih ke tengah.
Alhasil, lini tengah City menciptakan situasi empat lawan dua dengan kombinasi Rodri, Phil Foden, Doku, dan Tijjani Reijnders mengurung gelandang United.
Strategi ini mirip dengan yang dilakukan Fulham beberapa pekan lalu ketika Alex Iwobi meninggalkan posisi sayap untuk menambah jumlah pemain di lini tengah.
Pressing United yang Berantakan
United berusaha merespons dengan mendorong Leny Yoro, bek tengah kanan, untuk menekan Doku.
Namun tugas itu terlalu berat karena Doku turun hingga ke area dalam sendiri, sementara Foden juga aktif menempati ruang yang sama.
Hasilnya, pressing United tampak setengah hati. Bruno Fernandes mengakui timnya tidak cukup berani menekan penuh.
"City mengambil risiko melawan kami – kami harus melakukan hal yang sama," kata Fernandes usai laga.
Pinning: Senjata City Membuka Ruang
City juga memanfaatkan taktik pinning untuk melemahkan struktur pertahanan United.
O’Reilly secara konsisten ‘memaku’ Mazraoui di sayap, membuat Doku bebas bergerak ke tengah tanpa kawalan.
Di sisi lain, pergerakan Reijnders membuat Luke Shaw tak bisa keluar dari lini belakang.
Kombinasi ini memberi Doku keleluasaan mengambil bola tanpa gangguan, salah satunya berbuah assist untuk gol pembuka.
Kegagalan United Mengawal Runner
Gol City juga datang dari lemahnya gelandang United dalam mengawal pergerakan pemain lawan.
Fernandes dan Manuel Ugarte gagal mengantisipasi pergerakan tanpa bola Foden yang kemudian mencetak gol.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Saat melawan Fulham bulan lalu, United juga kecolongan dengan pola serupa ketika Emile Smith Rowe menyelinap dari lini kedua.
Pep Fleksibel, Amorim Kaku
Perbedaan paling mencolok terlihat dari pendekatan kedua pelatih.
Guardiola berani menyesuaikan sistem demi memaksimalkan kekuatan pemain, bahkan dengan kiper anyar Gianluigi Donnarumma yang membuka opsi build-up lebih langsung.
Amorim justru terlihat kaku. Ia menegaskan tidak akan mengubah filosofi bermainnya meski sistemnya mulai terbaca lawan.
"Ketika saya ingin mengubah filosofi, saya akan melakukannya. Jika tidak, yang berubah harus orangnya," ujarnya tegas.
Namun dengan bursa transfer yang belum terbuka, Amorim hanya punya dua pilihan: adaptasi sistem atau terus mempertaruhkan hasil
VIVASoccer – Manchester United kembali menelan hasil pahit dalam Derby Manchester setelah kalah 0-3 dari Manchester City di Etihad.
Hasil ini membuat catatan Ruben Amorim di Premier League semakin mengkhawatirkan, hanya delapan kemenangan dari 31 laga.
Pertanyaan pun muncul, apakah kekalahan ini murni karena filosofi Amorim yang bermasalah, kesalahan individu, atau sekadar kehebatan City di bawah Pep Guardiola? Dilansir dari BBC Sport, berikut analisis taktik di balik jalannya laga.
City Ciptakan Overload di Tengah
Sejak babak pertama, City menekan sisi kiri pertahanan United.
Pep Guardiola menginstruksikan Nico O’Reilly untuk mengambil posisi melebar di garis tepi, memaksa Noussair Mazraoui keluar dari zona bertahan.
Pergerakan ini membuka ruang bagi Jeremy Doku untuk bergerak lebih ke tengah.
Alhasil, lini tengah City menciptakan situasi empat lawan dua dengan kombinasi Rodri, Phil Foden, Doku, dan Tijjani Reijnders mengurung gelandang United.
Strategi ini mirip dengan yang dilakukan Fulham beberapa pekan lalu ketika Alex Iwobi meninggalkan posisi sayap untuk menambah jumlah pemain di lini tengah.
Pressing United yang Berantakan
United berusaha merespons dengan mendorong Leny Yoro, bek tengah kanan, untuk menekan Doku.
Namun tugas itu terlalu berat karena Doku turun hingga ke area dalam sendiri, sementara Foden juga aktif menempati ruang yang sama.
Hasilnya, pressing United tampak setengah hati. Bruno Fernandes mengakui timnya tidak cukup berani menekan penuh.
"City mengambil risiko melawan kami – kami harus melakukan hal yang sama," kata Fernandes usai laga.
Pinning: Senjata City Membuka Ruang
City juga memanfaatkan taktik pinning untuk melemahkan struktur pertahanan United.
O’Reilly secara konsisten ‘memaku’ Mazraoui di sayap, membuat Doku bebas bergerak ke tengah tanpa kawalan.
Di sisi lain, pergerakan Reijnders membuat Luke Shaw tak bisa keluar dari lini belakang.
Kombinasi ini memberi Doku keleluasaan mengambil bola tanpa gangguan, salah satunya berbuah assist untuk gol pembuka.
Kegagalan United Mengawal Runner
Gol City juga datang dari lemahnya gelandang United dalam mengawal pergerakan pemain lawan.
Fernandes dan Manuel Ugarte gagal mengantisipasi pergerakan tanpa bola Foden yang kemudian mencetak gol.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Saat melawan Fulham bulan lalu, United juga kecolongan dengan pola serupa ketika Emile Smith Rowe menyelinap dari lini kedua.
Pep Fleksibel, Amorim Kaku
Perbedaan paling mencolok terlihat dari pendekatan kedua pelatih.
Guardiola berani menyesuaikan sistem demi memaksimalkan kekuatan pemain, bahkan dengan kiper anyar Gianluigi Donnarumma yang membuka opsi build-up lebih langsung.
Amorim justru terlihat kaku. Ia menegaskan tidak akan mengubah filosofi bermainnya meski sistemnya mulai terbaca lawan.
"Ketika saya ingin mengubah filosofi, saya akan melakukannya. Jika tidak, yang berubah harus orangnya," ujarnya tegas.
Namun dengan bursa transfer yang belum terbuka, Amorim hanya punya dua pilihan: adaptasi sistem atau terus mempertaruhkan hasil