Suriname Tiru Indonesia, Naturalisasi Pemain Belanda Demi Piala Dunia 2026
VIVASoccer – Hampir empat dekade setelah Ruud Gullit mengantarkan Belanda juara Euro 1988, kini negara kecil di Amerika Selatan, Suriname, berharap bisa “memetik balas budi” dari Negeri Kincir Angin.
Sebagai bekas koloni Belanda, Suriname menggantungkan asa besar pada pemain diaspora, yakni pesepak bola Belanda berdarah Suriname, untuk lolos ke Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Langkah ini sangat mirip dengan strategi PSSI yang menaturalisasi pemain Belanda keturunan Indonesia demi memperkuat Tim Garuda.
“Ini adalah impian seluruh bangsa, dan kami berharap bisa mewujudkannya,” ujar Presiden Federasi Sepak Bola Suriname, Soerin Mathoera, dikutip AFP, 17 Juni 2025.
Warisan Suriname dalam Sepak Bola Belanda
Suriname memiliki kontribusi besar dalam sejarah sepak bola Belanda.
Nama-nama seperti Frank Rijkaard, Ruud Gullit, Clarence Seedorf, hingga Edgar Davids adalah contoh bintang dunia berdarah Suriname.
Pada era 1980-an, saat Belanda gagal lolos ke Piala Dunia 1982 dan 1986, trio Rijkaard-Gullit-Aron Winter menjadi fondasi kebangkitan tim Oranje.
Namun perjalanan itu tidak mudah. Gullit bahkan pernah mengaku mengalami pelecehan rasial di timnas Belanda yang saat itu masih didominasi pemain kulit putih.
Meski begitu, pengaruh Suriname tetap kuat. Edgar Davids membantu Belanda ke semifinal Piala Dunia 1998.
Bahkan kapten timnas Belanda saat ini, Virgil van Dijk, juga memiliki darah Suriname dari garis ibu.
Naturalisasi Jadi Senjata Baru
Enam tahun lalu, Suriname resmi menghapus larangan lama yang melarang pemain diaspora memperkuat timnas.
Sejak itu, aliran pemain keturunan dari Eropa maupun Asia mengisi skuad.
Dari 26 pemain di tim saat ini, hanya tiga yang lahir di Suriname.
Mayoritas lainnya lahir di luar negeri dengan garis keturunan Suriname.
Langkah ini dianggap krusial. Suriname kini masuk 14 besar Concacaf, federasi yang mengatur sepak bola di Amerika Utara, Tengah, dan Karibia.
Dengan AS, Kanada, dan Meksiko otomatis lolos sebagai tuan rumah, persaingan memperebutkan lima tiket tersisa jadi lebih terbuka.
“Kami sudah membuat banyak kemajuan,” kata Mathoera. “Sekarang kami termasuk di antara 14 negara terbaik Concacaf.”
Asisten pelatih Suriname, Roberto Godeken, menilai masuknya pemain diaspora benar-benar mengubah level tim.
“Datangnya pemain diaspora membawa kami ke level baru,” tegasnya.
Hasil yang Mulai Terlihat
Optimisme itu terbukti saat Suriname menang 1-0 atas Puerto Rico lewat gol Jaden Montnor, pemain kelahiran Belanda.
Kemenangan tersebut mengantar mereka ke putaran final kualifikasi pada September.
Terbaru, Dhoraso Klas, pemain diaspora lainnya, mencetak gol kemenangan 2-1 atas El Salvador.
Itu jadi kemenangan pertama Suriname atas lawan tersebut sejak 1968, sekaligus menempatkan mereka di puncak klasemen Grup A.
Jika mampu mempertahankan posisi, Suriname berpeluang mencetak sejarah lolos langsung ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Andai finis runner-up, peluang tetap terbuka lewat jalur play-off antar-konfederasi.
Impian "Kante dari Suriname"
Selain pemain diaspora, Suriname juga masih bertumpu pada pemain lokal.
Salah satunya Renske Adipi, gelandang 25 tahun yang dijuluki “Kante dari Suriname”.
Adipi yang bermain untuk SV Robinhood mengaku banyak belajar dari pemain diaspora yang datang membawa pengalaman dari liga top Eropa.
“Target saya mencatatkan nama dalam sejarah, seperti idola saya, N’Golo Kante,” ucapnya.
Ia bahkan tengah dipantau sejumlah klub asing untuk potensi transfer.
Penulis buku Suriname en route to the World Cup, Diederik Samwel, meyakini kombinasi bakat lokal dan disiplin pemain diaspora akan segera berbuah manis.
“Ini hanya soal waktu,” tegasnya.
Bagi Godeken, sukses lolos ke Piala Dunia bukan hanya pencapaian olahraga, tapi juga momen penting untuk memperkenalkan Suriname ke dunia.
“Itu akan menjadikan Suriname dikenal dunia,” pungkasnya
VIVASoccer – Hampir empat dekade setelah Ruud Gullit mengantarkan Belanda juara Euro 1988, kini negara kecil di Amerika Selatan, Suriname, berharap bisa “memetik balas budi” dari Negeri Kincir Angin.
Sebagai bekas koloni Belanda, Suriname menggantungkan asa besar pada pemain diaspora, yakni pesepak bola Belanda berdarah Suriname, untuk lolos ke Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Langkah ini sangat mirip dengan strategi PSSI yang menaturalisasi pemain Belanda keturunan Indonesia demi memperkuat Tim Garuda.
“Ini adalah impian seluruh bangsa, dan kami berharap bisa mewujudkannya,” ujar Presiden Federasi Sepak Bola Suriname, Soerin Mathoera, dikutip AFP, 17 Juni 2025.
Warisan Suriname dalam Sepak Bola Belanda
Suriname memiliki kontribusi besar dalam sejarah sepak bola Belanda.
Nama-nama seperti Frank Rijkaard, Ruud Gullit, Clarence Seedorf, hingga Edgar Davids adalah contoh bintang dunia berdarah Suriname.
Pada era 1980-an, saat Belanda gagal lolos ke Piala Dunia 1982 dan 1986, trio Rijkaard-Gullit-Aron Winter menjadi fondasi kebangkitan tim Oranje.
Namun perjalanan itu tidak mudah. Gullit bahkan pernah mengaku mengalami pelecehan rasial di timnas Belanda yang saat itu masih didominasi pemain kulit putih.
Meski begitu, pengaruh Suriname tetap kuat. Edgar Davids membantu Belanda ke semifinal Piala Dunia 1998.
Bahkan kapten timnas Belanda saat ini, Virgil van Dijk, juga memiliki darah Suriname dari garis ibu.
Naturalisasi Jadi Senjata Baru
Enam tahun lalu, Suriname resmi menghapus larangan lama yang melarang pemain diaspora memperkuat timnas.
Sejak itu, aliran pemain keturunan dari Eropa maupun Asia mengisi skuad.
Dari 26 pemain di tim saat ini, hanya tiga yang lahir di Suriname.
Mayoritas lainnya lahir di luar negeri dengan garis keturunan Suriname.
Langkah ini dianggap krusial. Suriname kini masuk 14 besar Concacaf, federasi yang mengatur sepak bola di Amerika Utara, Tengah, dan Karibia.
Dengan AS, Kanada, dan Meksiko otomatis lolos sebagai tuan rumah, persaingan memperebutkan lima tiket tersisa jadi lebih terbuka.
“Kami sudah membuat banyak kemajuan,” kata Mathoera. “Sekarang kami termasuk di antara 14 negara terbaik Concacaf.”
Asisten pelatih Suriname, Roberto Godeken, menilai masuknya pemain diaspora benar-benar mengubah level tim.
“Datangnya pemain diaspora membawa kami ke level baru,” tegasnya.
Hasil yang Mulai Terlihat
Optimisme itu terbukti saat Suriname menang 1-0 atas Puerto Rico lewat gol Jaden Montnor, pemain kelahiran Belanda.
Kemenangan tersebut mengantar mereka ke putaran final kualifikasi pada September.
Terbaru, Dhoraso Klas, pemain diaspora lainnya, mencetak gol kemenangan 2-1 atas El Salvador.
Itu jadi kemenangan pertama Suriname atas lawan tersebut sejak 1968, sekaligus menempatkan mereka di puncak klasemen Grup A.
Jika mampu mempertahankan posisi, Suriname berpeluang mencetak sejarah lolos langsung ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Andai finis runner-up, peluang tetap terbuka lewat jalur play-off antar-konfederasi.
Impian "Kante dari Suriname"
Selain pemain diaspora, Suriname juga masih bertumpu pada pemain lokal.
Salah satunya Renske Adipi, gelandang 25 tahun yang dijuluki “Kante dari Suriname”.
Adipi yang bermain untuk SV Robinhood mengaku banyak belajar dari pemain diaspora yang datang membawa pengalaman dari liga top Eropa.
“Target saya mencatatkan nama dalam sejarah, seperti idola saya, N’Golo Kante,” ucapnya.
Ia bahkan tengah dipantau sejumlah klub asing untuk potensi transfer.
Penulis buku Suriname en route to the World Cup, Diederik Samwel, meyakini kombinasi bakat lokal dan disiplin pemain diaspora akan segera berbuah manis.
“Ini hanya soal waktu,” tegasnya.
Bagi Godeken, sukses lolos ke Piala Dunia bukan hanya pencapaian olahraga, tapi juga momen penting untuk memperkenalkan Suriname ke dunia.
“Itu akan menjadikan Suriname dikenal dunia,” pungkasnya