Sering Dilakukan Tanpa Sadar, Kebiasaan Sepele Ini Bisa Hancurkan Otakmu!

Ilustrasi Otak
Sumber :

VIVASoccerKecanduan pornografi bukan hanya persoalan moral, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan otak

Dokter Boyke dalam kanal YouTube Suara Berkelas menjelaskan bahwa kebiasaan berlebihan mengonsumsi konten dewasa bisa mengganggu fungsi otak dan menurunkan kualitas hidup seseorang.

Menurutnya, otak manusia memiliki bagian penting bernama lobus frontalis yang berperan menghubungkan otak kiri dan kanan. 

Ilustrasi Otak

Photo :
  • -

Otak kiri biasanya digunakan untuk kemampuan logika dan berpikir matematis, sementara otak kanan lebih banyak berhubungan dengan seni, kreativitas, dan keindahan. 

Jika seseorang terlalu sering menonton pornografi, otak akan dipenuhi hormon dopamin—zat kimia yang memunculkan rasa senang.

"Kalau orang terlalu banyak melakukan nonton pornografi, melakukan apa yang terjadi? Kan ketika itu timbul enak." papar dokter Boyke. 

"Iya kan? Onani pornografi tapi karena ada kecanduan diguyur tuh namanya otak itu dengan yang namanya hormon dopamin, hormon cinta." 

"Nah, si dopamin yang terlalu banyak itu mengakibatkan apa? Kan kalau kita kalau sudah melakukan hubungan seks saja atau sudah kita lemas, hmm kita rileks, ngantuk, pengin tidur." tambahnya. 

"Akibatnya si otak itu karena sudah kepenuhan dia lemas dan tidak bisa berpikir lagi sambungan itu." jelas dokter Boyke.

Fenomena ini, menurut dokter Boyke, bisa menjelaskan mengapa sebagian generasi muda tampak kurang bersemangat menghadapi tantangan.

Mereka lebih sibuk mencari kesenangan instan melalui tontonan dewasa daripada mengembangkan diri. 

Dampaknya, kualitas kerja menurun, motivasi belajar melemah, dan kemampuan mengambil keputusan bijak pun ikut terganggu.

Sebagai solusi, ia menyarankan generasi muda untuk mengalihkan energi ke hal-hal produktif, misalnya dengan olahraga, mendaki gunung, atau memperbanyak membaca buku seputar ilmu pengetahuan dan finansial. 

Menurutnya, banyak anak muda saat ini kurang memiliki tujuan hidup sehingga lebih mudah membuang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Tak hanya soal otak, dokter Boyke juga meluruskan mitos seputar kepuasan seksual. Ia menegaskan bahwa ukuran organ bukan penentu utama kebahagiaan pasangan. 

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa stigma yang berkembang di masyarakat—terutama akibat pengaruh film dewasa—seringkali menyesatkan. 

Banyak orang akhirnya terobsesi mencari cara memperbesar organ tubuh atau memperbaiki penampilan fisik, padahal penelitian membuktikan preferensi setiap individu berbeda dan tidak selalu ditentukan oleh ukuran semata.

Pada akhirnya, ia menekankan pentingnya pengendalian diri dan pemahaman yang sehat mengenai seksualitas. Tanpa itu, generasi muda berisiko kehilangan arah, terjebak dalam kecanduan, dan sulit membangun masa depan yang lebih baik.**